Pemerintah Jerman lewat Kedutaan Besar Republik Federal Jerman mengumumkan penandatanganan kesepakatan utang senilai 550 juta Euro. Pemerintah Indonesia pun resmi mengikat pinjaman bilateral yang besarannya setara dengan Rp 9,1 triliun.
Perjanjian itu ditandatangani secara terpisah di kantor Bank Pembangunan Jerman (KfW) di Frankurt, Jerman dan di Kementerian Keuangan, Jakarta.
"Perjanjian pinjaman senilai 550 juta Euro telah ditandatangani secara terpisah di kantor Bank Pembangunan Jerman KfW di Frankfurt dan di Kementerian Keuangan di Jakarta, menyesuaikan dengan kondisi pandemi," tulis Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia di akun Twitter resmi Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia dikutip Sabtu (21/11/2020).
Sementara itu di halaman Facebook akun resmi Kedutaan Besar Jerman, penarikan utang dari pemerintah Indonesia tersebut dilakukan dalam rangka program Covid-19 Active Response and Expenditure Support atau CARES.
Program CARES sendiri merupakan program penanganan virus corona dengan berbagai kegiatan sesuai penyediaan alat medis, peningkatan ekonomi, dan bantuan terarah untuk kelompok rentan.
Selain untuk penanganan Covid-19, utang baru dari Jerman tersebut digunakan pemerintah Indonesia untuk pembangunan rumah sakit pendidikan di Makassar dan Malang.
Lantaran adanya pandemi Covid-19, kesepakatan penandatanganan utang dilakukan lewat jarak jauh (virtual) baik di kantor KfW di Jerman juga kantor Kementerian Keuangan di Jakarta.
Indonesia diwakili oleh Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman di kantor Kemenkeu dan Kepala Bagian Sustainable Economic Development East dan South East Asia KfW, Florian Sekinger.
Utang dari Australia
Sebelumnya, pemerintah Indonesia juga menerima pinjaman dari Pemerintah Australia dengan nilai hingga 1,5 miliar dollar Australia. Angka tersebut setara dengan Rp 15,45 triliun.
Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan, uang pinjaman tersebut diberikan lantaran Indonesia dinilai memiliki ketahanan dan proses pemulihan yang cenderung cepat pada masa pandemi virus corona atau Covid-19.
"Bantuan ini merefleksikan situasi yang harus kita hadapi bersama. Selain itu, juga berkaitan dengan reputasi Indonesia terkait dengan manajemen fiskal," ujar dia dalam konferensi pers bersama dengan Pemerintah Indonesia secara virtual, Kamis (12/11/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pinjaman dari Pemerintah Australia tersebut merupakan dukungan yang memberi ruang bari pemerintah untuk menjalani manufer kebijakan dalam penanganan pandemi.
Di sisi lain juga mengurangi risiko beban fiskal lantaran keuangan negara dihadapkan pada defisit yang kian melebar, yakni di kisaran 6,34 persen hingga akhir tahun.
"Dengan ini, kami tidak hanya dapat membantu masyarakat, menangani Covid-19, membantu pelaku usaha, UMKM, akan tetapi juga yang terpenting menjaga keamanan dan keberlanjutan fiskal," ujar dia.
Dia pun menjelaskan, pinjaman tersebut harus dilunasi kembali kepada Pemerintah Australia dalam jangka waktu 15 tahun.
Menurut Sri Mulyani, pinjaman dari Pemerintah Australia itu mendukung program yang dipimpin oleh Bank Pembangunan Asia (ADB), yakni Covid-19 Active Response and Expenditure Program.
"Pinjaman tersebut dibangun di atas hubungan ekonomi kami yang berharga dan catatan kerja sama bilateral yang kuat. Australia dan Indonesia adalah tetangga, sahabat, dan mitra strategis komprehensif, dan kami berkomitmen untuk saling mendukung melalui krisis ini," ujar dia.
Menuai kritik
Kebijakan menarik utang luar negeri pemerintah Presiden Jokowi untuk mengatasi corona ini menuai banyak kritikan lantaran beban utang Indonesia saat ini dinilai sudah cukup tinggi.
Kritik salah satunya datang dari mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Rizal Ramli. Ia menyebut, pemerintah dinilai keliru jika terus menambah utang luar negeri.
"Terbitkan surat utang (bonds) bunganya semakin mahal. Untuk bayar bunga utang saja, harus ngutang lagi. Makin parah," tulis Rizal Ramli di akun Twitter pribadinya.
Rizal Ramli yang juga mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia di Era Presiden Jokowi tersebut berujar, Indonesia mulai kembali menumpuk utang dari pinjaman bilateral setelah sebelumnya banyak menarik utang dari obligasi.
"Makanya mulai ganti stratetegi jadi 'pengemis utang bilateral' dari satu negara ke negara lain,, itu pun dapatnya recehan wajah menyeringai itu yang bikin shock," ucap Rizal Ramli.
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting, topik menarik, dan informasi lainnya
Aktifkan
Belum berhasil mengaktifkan notifikasi Kompas.com? Klik di sini
Kenapa Wallpaper Ponsel Gelap Sangat Direkomendasikan?? Bisa Menghemat Baterai!