Informasi Seputar Bisnis Indonesia

Minggu, 03 Januari 2021

Cari Tahu, Awali Tahun Baru: Rupiah Melonjak ke Level 13.800an, IHSG Masih Loyo

Cari Tahu, Awali Tahun Baru: Rupiah Melonjak ke Level 13.800an, IHSG Masih Loyo

  Mengawali tahun 2021, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di pasar spot Senin (4/1/2020), langsung ngebut hingga menembus level 13.800.

Melansir Bloomberg, pada pukul 09.35 WIB rupiah berada pada level Rp 13.889 per dollar AS atau menguat 161 poin (1,15 persen) dibanding penutupan sebelumnya Rp 14.050 per dollar AS. Analis sekaligus Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra mengatakan, penguatan rupiah terhadap dollar AS di awal tahun terdorong oleh ekspektasi stimulus lanjutan AS, tercapainya kesepakatan BREXIT dan mulai gencarnya vaksinasi Covid-19 di dunia.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pagi ini bergerak di zona merah. IHSG masih terimbas oleh faktor pandemi.

Melansir data RTI, pukul 09.28 WIB, IHSG berada pada level 5.964 atau turun 15,07 poin (0,25 persen) dibanding penutupan sebelumnya pada level 5.979,07.

Sebanyak 134 saham melaju di zona hijau dan 251 saham di zona merah. Sedangkan 164 saham lainnya stagnan. Adapun nilai transaksi hingga saat ini hingga Rp 2,9 triliun dengan volume 4,7 miliar saham.

Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, rencana Pemprov DKI memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berpotensi mendorong pergerakan IHSG ke zona merah.

“IHSG berpeluang konsolidasi melemah. Rencana Pemprov DKI Jakarta memberlakukan PSBB di Jakarta menimbulkan kecemasan pelaku pasar. Sentimen negatif ini bahkan sebelumnya menyebabkan pasar terkoreksi di dua hari terakhir perdagangan saham di Desember 2020,” kata Hans.

Adapun pasar saham Asia pagi ini mayoritas berada di zona hijau.  Indeks Hang Seng Hong Kong naik 0,53 persen, indeks Shanghai Komposit menguat 0,26 persen, dan indeks Strait Times bertambah 0,2 persen. Sedangkan indeks Nikkei terkoreksi 0,36 persen.

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting, topik menarik, dan informasi lainnya

Aktifkan

Belum berhasil mengaktifkan notifikasi Kompas.com? Klik di sini


(KOM)

Share:

Cari Tahu, Tahun Baru, Harga Cabai di Daerah Ini Melonjak Jadi Rp 70.000 Per Kg

Cari Tahu, Tahun Baru, Harga Cabai di Daerah Ini Melonjak Jadi Rp 70.000 Per Kg

  Pasca Tahun Baru, kebutuhan pokok di sejumlah Pasar tradisinal di Kota Parepapare, Sulawesi Selatan, naik. Kenaikan signifikan terjadi pada bumbu dapur.

"Harga kebutuhan pokok naik, utamanya pada bumbu dapur sesuai, bawang dan cabai," kata Dahri, pedagang pasar tradisional Lakessi, Kelurahan Lakessi, Kecamatan Soreang, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, Senin (4/1/2021).

Kenaikan signifikan terjadi pada cabai, kenaikannya hingga 90 persen dari harga sebelumnya. Menurut pedagang, kenaikan terjadi sejak tiga hari lalu.

"Harga cabai merah besar turun, dulu dijual Rp 35.000 turun menjadi Rp 28.000 per kilogram, yang naik harga cabai keriting dari Rp 30.000 naik jadi Rp 40.000 per kilogram. Sementara harga cabai kecil/biasa mengalami kenaikan 90 persen dari harga Rp 34.000 naik menjadi Rp 70.000 per kilogram," sebut Anti, pedagang lainya.

Sementara harga bawang putih yang sebelumnya dijual Rp 15.000 naik menjadi Rp 20.000 dan bawang merah dari Rp 15.000  per kilogram menjadi Rp 30.000 per kilogram.

Menurut Anti,  kenaikan harga komoditas tersebut kemungkinan dipengaruhi cuaca buruk.

" Pengaruh kenaikan harga dipicu karena musim hujan. Sejumlah daerah penghasil bawang dan cabai di Sulawesi Selatan, mengalami gagal panen,"  kata dia.

Para pedagang pun berharap, pemerintah dapat segera memulihkan harga-harga komoditas itu.

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting, topik menarik, dan informasi lainnya

Aktifkan

Belum berhasil mengaktifkan notifikasi Kompas.com? Klik di sini


(KOM)

Share:

Ternyata Biaya JakartaBali Rp 200.000 Pakai Mobil Listrik, Erick Thohir: Ikhtiar Kita dalam Mencintai Bumi

Ternyata Biaya JakartaBali Rp 200.000 Pakai Mobil Listrik, Erick Thohir: Ikhtiar Kita dalam Mencintai Bumi

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menyebutkan, penggunaan mobil listrik jauh lebih ekonomis ketimbang mobil konvensional dengan bahan bakar minyak (BBM). Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, Erick mengklaim, biaya bahan bakar yang diperlukan mobil listrik untuk rute Jakarta - Bali hanya sebesar Rp 200.000. Sementara untuk mobil konvensional dengan rute yang sama disebut menghabiskan bahan bakar senilai Rp 1,1 juta.

Apabila kendaraan tersebut menempuh jarak 18.000 km setiap tahunnya, maka jumlah karbon dioksida yang dihasilkan hingga 3.212 kg. "Sedangkan mobil listrik dengan kapasitas baterai 12,3 kWh akan menempuh jarak 100 km dengan faktor emisi 0,877 kg karbon dioksida per kwh, dengan asumsi emisi faktor jaringan listrik PLN, sekitar 60 persen PLTU Batubara," tutur Dadan. Dengan demikian, apabila kendaraan listrik itu menempuh jarak 1.800 km per tahun, maka emisi karbon yang dihasilkan mencaapi 1.942 kg. Angka produksi emisi tidak langsung kendaraan listrik itu lebih rendah sekitar 1.270 kg setiap tahunnya dari kendaraan ICE. "Dengan demikian untuk konversi ke mobil listrik dari mobil ICE akan menurunkan emisi sekitar 40 persen," ucapnya.

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting, topik menarik, dan informasi lainnya

Aktifkan

Belum berhasil mengaktifkan notifikasi Kompas.com? Klik di sini


(KOM)

Share:

Sabtu, 02 Januari 2021

Wow! Mengingat Lagi Janji Swasembada Kedelai di Periode Pertama Jokowi

Wow! Mengingat Lagi Janji Swasembada Kedelai di Periode Pertama Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat melontarkan janji menjalani swasembada kedelai saat menjabat di periode pertamanya tahun 2014-2019.

Pemerintah telah menargetkan Indonesia dapat swasembada pangan khususnya untuk 3 jenis produk pertanian meliputi padi, jagung, dan kedelai (pajale) dalam 3 tahun. Dari ketiga makanan pokok tersebut, swasembada kedelai adalah yang tersulit dari sisi besarnya ketergantungan impor.

Mengutip pemberitaan Kompas.com, 9 Desember 2014, Presiden Jokowi bahkan mengeklaim tak segan-segan memecat Menteri Pertanian jika target tersebut tak dapat direalisasikan.

"Saya sudah beri target Menteri Pertanian tiga tahun, tidak boleh lebih. Hati-hati, tiga tahun belum swasembada, saya ganti menterinya," kata Presiden Jokowi saat memberi kuliah umum di Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada penghujung 2014 silam.

Menurut Jokowi, terget swasembada pangan itu khususnya mencakup komoditas beras, gula, jagung, dan kedelai. Target itu, minimal, secara khusus dikonsentrasikan di 11 provinsi.

Untuk mendukung tercapainya swasembada pangan, ia juga menargetkan pembangunan 30 bendungan untuk memaksimalkan penyediaan irigasi lahan pertanian. Pendanaannya diperkirakan akan menghabiskan Rp 24 triliun, yang akan diambil dari pengalihan subsidi BBM bersubsidi.

"Jika dengan bendungan itu swesembada terwujud, maka dapat memperkuat sektor ekspor (pertanian)," kata dia.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menegaskan, dirinya sangat tidak sepakat dengan impor pangan. Impor berlebihan terhadap berbagai komoditas pangan, kata dia, juga perlu dihindari sebab akan membuat petani merugi karena harga jual hasil pertanian akan turun drastis.

Selain menyaingi harga hasil pertanian petani lokal, ia menilai bahwa pengimporan juga justru kerap ditunggangi kepentingan oknum tertentu.

"Semua masih seneng impor karena banyak yang mengambil rente di sini (impor)," kata dia.

Sementara itu dikutip dari laman resmi Kementerian Pertanian, kebijakan pangan di era Jokowi-JK sudah tertuang dalam Nawacita menjadi landasan program kerja pemerintah yaitu hingga swasembada pangan dalam rangka ketahanan pangan nasional.

Lebih penting lagi berpihak pada petani yang muaranya peningkatan kesejahteraan.

Di periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, Kementerian Pertanian mencanangkan Upaya Khusus (Upsus) melalui peningkatan produksi dengan tiga komoditi pangan utama yang dijadikan target awal yaitu padi, jagung dan kedelai (pajale)

Presiden Jokowi menegaskan ada tiga hal yang harus digarisbawahi yaitu pangan yang cukup untuk masyarakat, menurunkan angka kemiskinan dan mensejahterakan petani. Ketiga tujuan ini sebagai landasan dalam menjalankan kebijakan pangan pemerintahannya.

Pertama, tahun 2016 ditargetkan swasembada padi, bawang merah dan cabai. Kedua, tahun 2017 ditargetkan swasembada jagung. Ketiga, tahun 2019 ditargetkan swasembada gula konsumsi.

Keempat, ditargetkan swasembada kedelai dan bawang putih tahun 2020. Kelima, tahun 2024 ditargetkan swasembada gula industri.

Keenam, tahun 2026 ditargetkan swasembada daging sapi. Ketujuh, di tahun 2045 Kementerian Pertanian menargetkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia.

Harga kedelai melambung

Harga kedelai impor sejak beberapa pekan terakhir mengalami kenaikan tajam. Para prajin tahu tempe di Tanah Air pun menjalani protes dengan menjalani mogok produksi.

Selama ini, produksi kedelai lokal jauh di bawah kebutuhan konsumsi nasional. Sehingga Indonesia terpaksa harus mengimpor kedelai, terbanyak dari AS.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor kedelai Indonesia sepanjang semester-I 2020 hingga 1,27 juta ton atau senilai 510,2 juta dollar AS atau sekitar Rp 7,52 triliun (kurs Rp 14.700). Sebanyak 1,14 juta ton di antaranya berasal dari AS.

Data Gabungan Asosiasi Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Gakoptindo), selain dari Amerika Serikat, kedelai yang dipasok untuk para pengusaha tahu dan tempe didatangkan dari Kanada, Brasil, dan Uruguai.

Dikutip dari Harian Kompas, selama kurun sepuluh tahun terakhir, volume kedelai impor hingga 2-7 kali lipat produksi kedelai lokal, sebagian besar berasal dari Amerika Serikat.

Selain problem produktivitas, faktor harga jual di tingkat petani dinilai berpengaruh besar terhadap pengembangan kedelai lokal. Oleh karena dianggap tidak menguntungkan, petani memilih menanam komoditas lain.

Perajin tahu-tempe mogok

Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta memastikan para perajin tahu-tempe telah menjalani mogok produksi sejak malam tahun baru atau 1-3 Januari 2021.

Hal tersebut sebagai respons perajin terhadapnya melonjaknya harga kedelai sebagai bahan baku tempe-tahu, dari Rp 7.200 per kilogram menjadi Rp 9.200 per kilogram.

"Perajin tempe-tahu alhamdulillah kompak untuk kebersamaan dan waktu mogok kompak selama 3 hari," ujar Sekretaris Puskopti DKI Jakarta Handoko Mulyo kepada Kompas.com.

Menurutnya, Puskopti DKI Jakarta telah mengajukan tiga tuntutan para perajin tahu-tempe kepada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Pertama, meminta agar tata niaga kedelai di pegang pemerintah agar dapat menjaga stabilitas harga, sehingga memberikan kenyamanan bagi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) tahu-tempe yang jumlahnya sangat besar.

Ini karena gejolak harga kedelai malah akan menyulitkan para produsen tahu-tempe, serta dapat membebani keuntungan pedagang.

Kedua, meminta pemerintah agar merealisasikan program swasembada kedelai yang sudah dicanangkan sejak 2006. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan industri tahu-tempe dalam negeri dari kedelai impor.

Hal tersebut dapat saja diatasi dengan produksi tahu menggunakan kedelai dalam negeri, dan produksi tempe menggunakan kedelai impor. Tentunya pengaturan penggunaan kedelai hanya dapat diatur pemerintah

"Swasembada kedelai bukan berarti kita anti-impor, tetapi untuk menyeimbangkan," kata Handoko.

Ketiga, meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi hasil produksi kedelai lokal, yang selama ini data statistik menunjukkan produksi kedelai lokal rata-rata hingga 800.000-900.000 ton. Angka produksi itu disebut sangat jauh dari kebutuhan kedelai dalam negeri.

"Analisa kami, jumlah produksi kedelai lokal jauh api dari panggang," ujar dia.

(Sumber: KOMPAS.com/Yohana Artha Uly | Editor: Erlangga Djumena, Bambang P. Jatmiko)

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting, topik menarik, dan informasi lainnya

Aktifkan

Belum berhasil mengaktifkan notifikasi Kompas.com? Klik di sini


(KOM)

Share:

Advertisement

BTemplates.com

Blog Archive