Kebijkan pmerintah yang berencana membuka impor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun ini, menuai polemik. Hingga akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta perdebatan dihentikan agar tak semakin menekan harga gabah petani. Kebijakan impor beras pertama kali diketahui dari bahan paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menjadi pembicara pada rapat kerja nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag). Saat itu, Airlangga hanya mengungkapkan pemerintah perlu menjaga stok beras di Perum Bulog sebanyak 1 juta-1,5 juta ton. Namun, paparannya menjelaskan upaya pemenuhan stok itu diantaranya dengan impor beras.
Dalam paparannya, pemerintah akan melakukan dua kebijakan untuk penyediaan beras dalam negeri, setelah adanya program bantuan sosial (bansos) beras PPKM dan untuk antisipasi dampak banjir dan pandemi Covid-19. Pertama, dengan melakukan impor beras sebanyak 500.000 ton untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dan 500.000 ton lagi sesuai kebutuhan Bulog. Kedua, dengan penyerapan gabah oleh Bulog dengan target setara beras 900.000 ton saat panen raya pada Maret-Mei 2021 dan 500.000 ton pada Juni-September 2021. "Pemerintah melihat komoditas pangan itu penting. Sehingga salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta-1,5 juta ton," ujar Airlangga dalam rakernas Kemendag 2021, Kamis (4/3/2021).
Secara terpisah, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan, impor itu diperuntukkan menambah cadangan beras atau iron stock guna memastikan pasokan terus terjaga. Stok ini hanya akan dikeluarkan saat ada kebutuhan mendesak sesuai bansos ataupun operasi pasar untuk stabilisasi harga. "(Impor) ini bagian dari strategi memastikan harga stabil. Percayalah tidak ada niat pemerintah untuk hancurkan harga petani terutama saat sedang panen raya," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (15/3/2021). Lutfi mengungkapkan, opsi impor untuk memenuhi cadangan beras Bulog hingga stok 1 juta-1,5 juta ton sudah diputuskan sebelum dirinya menjadi Menteri Perdagangan pada Desember 2020 lalu. Saat itu, sudah ada notulen rapat di tingkat kabinet yang meminta Bulog di tahun ini menambah cadangan beras. Pada notulen disebutkan pengadaan beras dapat dipenuhi dari impor. "Jadi itu sudah ada sebelum saya datang (menjadi Mendag). Maka waktu saya datang, saya melakukan penghitungan jumlahnya (stok beras pemerintah di Bulog)," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Senin (22/3/2021).
Menurut perhitungannya, stok beras cadangan Bulog saat ini hanya sekitar 800.000 ton. Sebanyak 270.000-300.000 ton dari stok tersebut merupakan beras hasil impor tahun 2018 lalu. Adapun beras sisa impor itu berpotensi mengalami penurunan mutu. Artinya, tanpa menghitung beras sisa impor maka stok beras Bulog hanya berkisar 500.000 ton. Di sisi lain, penyerapan gabah oleh Bulog belum optimal pada masa panen raya. Hingga pertengahan Maret serapan gabah setara beras baru hingga 85.000 ton dari perkiraan harusnya 400.000-500.000 ton. "Ini menyebabkan stok Bulog pada saat ini jadi yang paling rendah dalam sejarah," ujar Lutfi. Kendati rendahnya penyerapan tersebut bukanlah kesalahan Bulog. Sebab, ada aturan teknis yang mesti dipatuhi BUMN pangan itu dalam membeli gabah petani. Berdasarkan Permendag Nomor 24 Tahun 2020, gabah yang dapat dibeli Bulog harus memiliki kadar air maksimal 25 persen dengan patokan harga Rp 4.200 per kilogram. Maka hanya gabah yang memenuhi syarat yang dapat diserap oleh Bulog. Sementara dengan curah hujan yang tinggi saat ini kualitas gabah petani rata-rata memiliki kadar air berlebih. Di sisi lain, lanjut Lutfi, Bulog setidaknya harus mengeluarkan beras sebanyak 80.000 ton per bulan atau 1 juta ton per tahun. Sehingga stok cadangan beras perlu dijaga di kisaran 1 juta-1,5 juta ton. "Bulog utamanya hanya mengandalkan operasi pasar untuk penyaluran beras, itu sekitar 1 juta ton per tahun makannya iron stock Bulog tidak boleh kurang 1 juta ton. Itu logikanya," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021). Kendati demikian, ia menekankan, bila Bulog mampu menyerap beras petani dalam negeri hingga stok 1 juta-1,5 juta ton, maka rencana impor tak perlu direalisasikan. Sebab, artinya sudah mencukupi untuk kebutuhan cadangan beras. Lutfi memastikan, pemerintah akan memperhatikan dinamika ke depan terkait pelaksanaan kebijakan impor. Jika memang diperlukan, ia menjamin, impor beras tidak akan dilakukan saat panen raya. "Ini adalah situasi yang dinamis. Saya jamin tidak ada impor saat panen raya. Hari ini tidak ada beras impor yang menghancurkan harga petani, karena memang belum ada yang impor," kata dia.
Lutfi pun pasang badan jika ada yang harus disalahkan atas kegaduhan yang terjadi akibat kebijakan impor beras.
Terutama terkait adanya perbedaan pendapat di antara jajaran pejabat kementerian/lembaga yang ditangkap publik selama ini.
Ia tak ingin ada pihak-pihak yang menyalahkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, atau pun Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas).
“Saya minta tolong kalau ada perbedaan tanya saya. Saya akan berusaha adil dan fair. Jadi jangan salahkan Pak Menko, Pak Mentan, jangan salahkan Dirut bulog. Salahkan saya,” kata Muhammad Lutfi dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021).
Pandangan Bulog soal impor beras
Penugasan impor beras ini memang diberikan kepada Bulog, kendati demikian Direktur Utama Bulog Budi Waseso memiliki pandangan berbeda terkait kebijakan impor. Ia meyakini, produksi dalam negeri cukup untuk memenuhi pasokan beras Bulog. Buwas, sapaan akrabnya, mengaku dirinya tidak tahu menahu mengenai keputusan impor beras 1 juta ton tersebut. Menurut dia, dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang dihadirinya tak ada pembahasan yang menyinggung impor beras. Ia menjelaskan, dalam rakortas yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan dihadiri sejumlah menteri, hanya membahas tentang kesiapan jelang bulan puasa dan Lebaran dari segala aspek pangan, termasuk beras. Dalam rapat dibicarakan mengenai prediksi panen dan ketersediaan beras. Saat itu pihak Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan Maret-Mei 2021 merupakan masa panen raya sehingga produksi diproyeksi surplus.
Menurut Buwas, langkah impor beras ini muncul setelah pihaknya secara tiba-tiba menerima perintah dari Menko Airlangga dan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. “Waktu rakortas, wacana impor itu enggak ada, karena rapat hanya bicarakan kesiapan jelang puasa dan Lebaran dari segala aspek pangan. Tapi dalam proses perjalanannya sekarang ada kebijakan impor,” ungkapnya dalam webinar PDIP, Kamis (26/3/2021). Mantan Kabareskrim dan Kepala BNN itu menyatakan, dirinya meyakini proyeksi Kementan dan BPS terkait produksi beras nasional akan surplus pada tahun ini. Oleh sebab itu dinilai tak perlu dilakukan impor beras. Data BPS menyebut potensi produksi beras sepanjang Januari-April 2021 akan hingga 14,54 juta ton, naik 3,08 juta ton atau 26,84 persen dibandingkan periode sama di 2020 yang sebesar 11,46 juta ton. Menurut Buwas, sejak masa panen raya atau awal Maret hingga saat ini penyerapan Bulog sudah hingga 145.000 ton. Per 25 Maret 2021 stok beras di Bulog pun telah hingga 923.471 ton, terdiri dari CBP 902.353 ton dan beras komersial 21.119 ton. Dia memperkirakan, setidaknya hingga April serapan beras hanya untuk CBP dapat hingga 390.000 ton. Sehingga bila diakumulasi dengan stok saat ini total CPB pada akhir April sudah di atas 1 juta ton. "Lalu Mei akan serap lagi. Jadi kalau tadi stok (CBP) di Bulog itu harus 1 juta-1,5 juta itu amat sangat dapat (dari dalam negeri), tidak perlu impor," tegasnya. Meski ada penugasan impor, kata dia, Bulog akan terus memaksimalkan penyerapan beras dalam negeri. Pihaknya bakal membeli beras di daerah yang produksinya melimpah dan akan menyuplai ke daerah yang defisit beras. Hal ini guna memastikan seluruh daerah Indonesia terjamin kebutuhannya akan beras. "Saya ingin menjamin bahwa pangan itu aman, khususnya beras di seluruh Indonesia. Saya berkeyakinan bahwa kita ini dapat swasembada pangan dan tidak perlu buru-buru menyatakan impor," tegas Buwas.
Ombudsman sebut ada potensi maladministrasi kebijakan impor beras
Polemik kebijakan impor beras ini pun menerima perhatian Ombudsman RI. Lembaga itu melihat ada potensi cacat administrasi atau maladministrasi terkait mekanisme pengambilan kebijakan impor beras sebanyak 1 juta ton. Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan, pihaknya meminta Menko Airlangga melakukan kembali rakortas untuk menunda keputusan impor beras. Setidaknya penundaan hingga Mei 2021 guna mengetahui lebih dulu data valid mengenai hasil panen raya dalam negeri dan pengadaan beras oleh Bulog. "Ombudsman meminta Kemenko Perekonomian untuk melaksanakan rakortas guna menunda keputusan impor hingga menunggu perkembangan panen dan pengadaan oleh Bulog pada awal Mei,” tegas Yeka dalam konferensi pers virtual, Rabu (24/3/2021).
Menurutnya, Ombudsman tak melihat ada indikator yang mengharuskan keran impor dibuka, baik itu dari sisi produksi juga harga beras. BPS memproyeksikan produksi tahun ini akan sedikit lebih tinggi dari tahun lalu. Di sisi lain, total stok beras nasional saat ini hingga lebih dari 5 juta ton yang diyakini masih relatif aman. Terdiri dari Bulog 883.585 ton, penggilingan 1 juta ton, Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) 30.600 ton, lumbung pangan masyarakat (LPM) 6.300 ton, rumah tangga 3,2 juta ton, serta hotel, restoran, kafe (horeka) 260.200 ton. Begitu pula dari sisi harga beras nasional yang berhasil terjaga stabil dalam tiga tahun terakhir atau sejak pertengahan 2018 hingga 2020. “Merujuk data stok pangan dan potensi produksi beras nasional di 2021, Ombudsman menilai bahwa stok beras nasional masih relatif aman, dan tidak memerlukan impor dalam waktu dekat ini,” jelas dia. Yeka pun menyoroti mekanisme pada rakortas dalam memutuskan kebijakan impor beras. Sebab seharusnya rencana impor diputuskan berbasiskan data yang valid dengan memperhatikan early warning system atau sistem peringatan dini. "Sehingga kami melihat bahwa ini jangan-jangan ada yang salah dalam memutuskan kebijakan impor," kata dia.
Presiden Jokowi angkat suara
Perdebatan impor beras tersebut akhirnya membuat Presiden Jokowi angkat suara. Ia memastikan, pemerintah tidak akan mengimpor beras hingga Juni 2021. Dia mengakui, saat ini pemerintah memang telah memiliki nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan Thailand dan Vietnam terkait impor beras. Namun, hal itu hanya untuk jaga-jaga di tengah situasi pandemi yang penuh dengan ketidakpastian. Jokowi menyatakan, hingga saat ini beras tersebut belum masuk ke Tanah Air. "Saya tegaskan sekali lagi, berasnya belum masuk," ujarnya ketika memberikan keterangan sesuai dikutip dari Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (26/3/2021).
Jokowi pun menyatakan, akan meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyiapkan anggaran agar Bulog dapat menyerap lebih banyak beras dari petani. Menurut dia, hal itu dibutuhkan lantaran saat ini sedang memasuki masa panen raya dan harga beras di tingkat petani masih rendah atau belum sesuai yang diharapkam. "Saya pastikan beras petani akan diserap Bulog dan saya akan segera memerintahkan Menkeu agar membantu terkait anggaran," katanya. Ia pun meminta agar seluruh pihak tak lagi mempermasalahkan impor beras. Menurut Jokowi, perdebatan terkait impor beras yang tak kunjung rampung justru membuat harga gabah di tingkat petani menjadi anjlok. "Saya minta segera hentikan perdebatan berkaitan dengan impor beras. Ini justru dapat membuat harga jual gabah di tingkat petani turun atau anjlok," pungkas Jokowi.
Aktifkan Notifikasimu
Aktifkan
Cara Reset Canon IP 2770 Paling Mudah
Mengenal Pengertian dan Istilah Syntax Dalam Pemrograman