SAYA memiliki teman seorang eksekutif yang sangat cemerlang serta memiliki wawasan dan pengetahuan yang sangat luas. Namun, ketika presentasi, materi yang ia hinggakan justru terasa dingin dan kaku.
Tidak ada pembicaraan yang dapat membuat presentasinya lebih berwarna dan hidup. Akibatnya, walaupun pendengar biasanya setuju dengan yang dikemukakan dalam presentasi, teman saya sulit menjadi sahabat atau diingat pendengarnya.
Mengapa dapat demikian? Alasannya sederhana. Presentasinya tidak diberi “bumbu” yang dapat memancing imajinasi audiens. Alhasil, mereka harus berkonsentrasi penuh untuk menyerap kata-kata, angka, dan data yang disajikan.
Kemampuan manusia dalam menyerap informasi berupa angka dan data memang tidak terlalu menarik. Berdasarkan studi Profesor Jennifer Aaker dari Universitas Stanford, hanya 5 persen dari mahasiswa yang ia teliti dapat mengingat angka-angka statistik. Sementara, 63 persen mahasiswa justru dapat mengingat cerita.
Beragam penelitian mengenai memori manusia juga membuktikan bahwa fakta-fakta kritis, data, dan analisis akan lebih menggugah emosi bila dikaitkan dengan cerita tertentu. Bahkan, penyajian materi dengan cara demikian dapat lebih menggerakkan orang untuk mengambil tindakan.
Data memang dapat memengaruhi orang, tetapi tidak dapat menginspirasi hingga membuat orang bertindak. Sementara itu, cerita dapat menembus area yang tidak sanggup digapai analisis kuantitatif, yaitu hati kita.
Sebuah cerita dapat membuat hati membara dan mengarahkan jiwa. Terlihat, betapa ampuhnya cerita dalam memengaruhi orang di segala bidang, mulai dari menjual produk, mengajar, hingga menyebarluaskan agama dan ideologi.
Storytelling merupakan keterampilan yang sudah ada sejak dahulu kala. Sebelum ada buku, surat kabar, telepon, dan telegram, apalagi internet, nenek moyang kita sudah menceritakan dongeng kepada anak cucunya.
Kita pasti senang dengan cerita yang menarik. Bila mendengarnya, kita akan menyimak, berimajinasi, dan mengingatnya. Bahkan, kita dapat menceritakannya kembali beberapa tahun kemudian bila cerita tersebut berkesan bagi kita.
Riset menunjukkan, cerita dapat menyentuh pusat-pusat sensori di dalam otak pendengar sehingga membuat mereka seolah-olah masuk dalam cerita tersebut dan mengalaminya sendiri.
Oleh karena itu, cerita yang menarik dapat mengaduk emosi, menarik perhatian, dan diingat terus. Konsep yang kompleks pun dapat dipahami dengan mudah bila dikemas dalam bentuk cerita.
Lantas, bagaimana penggunaan storytelling dalam dunia bisnis?
Menularkan nilai melalui storytelling
Howard Gardner berpendapat, “Leaders achieve their effectiveness largely through the stories they relate.” Cerita yang menarik biasanya menggunakan kata-kata, gambar, atau bayangan yang tepat sehingga dapat membangkitkan imajinasi dan membuat konsep menjadi hidup.
Dalam bisnis dan politik, kita dapat menggunakan cerita untuk menggambarkan pentingnya inisiatif tertentu, memperkuat nilai tambah suatu produk, atau menekankan ungkapan pentingnya sebuah organisasi untuk berevolusi. Metode yang kuno ini ternyata masih efektif untuk membangun kepercayaan dan menggugah orang untuk berevolusi.
Sebagai contoh, organisasi kerap mengalami kesusahan dalam menularkan pengalaman-pengalaman para senior kepada generasi yang lebih muda. Pengalaman ini tidak dapat hanya ditularkan melalui tulisan, prosedur-prosedur standar, juga kelas pelatihan. Di sinilah, storytelling dapat menjadi metode yang efektif untuk menyebarkan tacit knowledge dengan adanya muatan emosi di dalamnya.
Tak heran, perusahaan global mengasah kemampuan storytelling para pekerjanya. Setiap eksekutif senior Nike, misalnya, wajib menguasai 13 langkah membuat cerita dan menceritakannya di depan publik.
P&G bahkan akan datangkan sutradara film Hollywood untuk melatih para eksekutifnya terampil melakukan storytelling. Motorola pun memiliki kegiatan-kegiatan drama untuk mengasah kemampuan storytelling jajaran manajemen mereka.
The power of narrative
Lihat Foto
Dok. EXPERD
Eileen Rachman.
A story describes what happened, a good story helps you see what happened, and a great story helps you feel what happened.
Menurut Steve Denning, setiap cerita yang baik harus mengandung tiga unsur.
Pertama, cerita perlu berfokus pada hal positif dengan akhir bahagia dan mengandung kisah sukses. Kedua, cerita perlu memiliki "pahlawan" yang menjadi fokus cerita. Ketiga, cerita perlu mengambil tema yang tidak biasa agar dapat menarik perhatian pendengarnya.
Meski demikian, membuat cerita memang tidak semudah membalikkan tangan. Kekurangan ide akan cerita menarik kerap menjadi hambatan utama dalam bercerita.
Oleh karena itu, kita memang perlu banyak membaca, mengobrol dengan berbagai macam orang, dan mencari contoh-contoh yang dapat kita gunakan.
Cara terbaik, kita dapat menceritakan cerita kita sendiri. Hal ini dilakukan oleh teman saya. Ketika memulai pelatihan presentation skills, teman saya selalu menceritakan kisah betapa ia dulu takut tampil di depan umum.
Ia bergulat dengan dirinya sendiri hingga akhirnya dapat menguasai panggung. Kisah ini menjadi inspirasi peserta pelatihan. Jika ia dapat melakukannya, anggapannya peserta pelatihan pun dapat melakukannya juga.
Selain memperhatikan teknik, sesuai intonasi suara, phrasing, dan penggunaan bahasa tubuh dalam membekalikan sebuah cerita, ada tujuh elemen yang perlu diingat dalam storytelling.
Pertama, tentukan konteks cerita sehingga pendengar mudah memahami big picture secara keseluruhan.
Kedua, gunakan metafora dan analogi agar pendengar mudah terpengaruh oleh isi ceritanya.
Ketiga, rangsang sebanyak mungkin emosi pendengar. Studi mengungkapkan bahwa banyak pengambilan keputusan individu didasarkan atas emosi.
Keempat, jaga agar cerita tetap konkret dan teraga. Cerita yang tidak realistis sulit dijangkau pendengar. Karenanya, cerita tidak akan terekam oleh ingatan.
Kelima, selipkan kejutan yang dapat membuat pendengar melepas adrenalinnya.
Keenam, sesuaikan narasi dengan lingkungan pendengar. Narasi dalam lingkungan bisnis sebaiknya lebih singkat dan padat.
Ketujuh, undang partisipasi pendengar untuk turut serta memberi komentar dalam cerita sehingga membuat mereka lebih memiliki cerita tersebut.
People will tell stories about you and your company whether you want them to or not. Fortunately, you can help choose which ones they tell. The way you do that? You tell them first.
Aktifkan Notifikasimu
Aktifkan
Blogspot Auto Post Indonesia => https://malasnulis.my.id
Mengenal Pengertian dan Istilah Syntax Dalam Pemrograman