Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan setiap transaksi jual beli saham tidak dikenakan bea meterai Rp 10.000, akan tetapi merupakan pajak atas dokumen yang diterbitkan secara periodik.
“Jadi bea meterai tidak dikenakan per transaksi jual beli saham sesuai yang muncul di berbagai media sosial,” kata Sri Mulyani dalam jumpa pers virtual realisasi APBN dilansir dari Antara, Selasa (22/12/2020).
Ia menjelaskan bea materai Rp 10.000 itu bukan merupakan pajak atas transaksi akan tetapi pajak atas dokumen atau menyangkut keperdataan.
Dalam bursa saham, kata dia, bea meterai dikenakan atas konfirmasi perdagangan yang merupakan dokumen elektronik diterbitkan periodik yaitu harian atas keseluruhan transaksi jual beli.
Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak sedang menjalani penyusunan peraturan atas bea meterai termasuk skema pengenaannya atas dokumen elektronik yang menggunakan meterai elektronik.
Namun, mengingat meterai elektronik belum ada, lanjut dia, maka Kementerian Keuangan sedang menjalani persiapan dalam infrastruktur pembuatan meterai elektronik, distribusi hingga penjualannya.
Dengan begitu, kata dia, pada 1 Januari 2021, pengenaan bea meterai untuk dokumen elektronik belum akan diterapkan karena masih membutuhkan beberapa persiapan.
“Trade confirmation ini adalah dokumen elektronik maka bea meterainya nanti juga harus bea meterai yang sifatnya elektronik. Saat ini kita masih mempersiapkan keseluruhan infrastruktur jadi tidak berlaku 1 Januari 2021,” imbuh dia.
Pemerintah, lanjut dia, tidak memiliki tujuan menghilangkan minat yang tinggi dari generasi milenial yang saat ini semakin sadar berinvestasi termasuk investasi saham.
Untuk itu, pengenaan bea meterai akan dilakukan terhadap dokumen dengan mempertimbangkan batas kewajaran nilainya.
“Pemerintah pasti akan mempertimbangkan batas kewajaran yang tercantum di dalam dokumen dan dalam UU juga diperhatikan kemampuan masyarakat. Saya berharap ini akan mengakhiri spekulasi dan berbagai pertanyaan akhir-akhir ini,” kata dia.
Petisi penolakan
Sebelumnya di media sosial, sejumlah investor ritel menyatakan penolakannya atas rencana pengenaan bea materai Rp 10.000 pada transaksi saham. Penolakan ini tak hanya disampaikan melalui akun media sosial di Twitter dan Instagram, akan tetapi juga dilayangkan dengan membuat petisi.
Petisi ini sendiri ditujukan kepada Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Presiden Joko Widodo dan Bursa Efek Indonesia.
"Sebagai Investor Ritel yang bermodal sedikit. Tentunya biaya materai sangat memberatkan kami. Potensi investor ritel di masa depan sangatlah menjanjikan. Banyak rakyat yang sudah mulai sadar untuk mengalihkan dananya untuk investasi di Pasar Modal Indonesia," tulis Inan Sulaiman, salah investor saham yang memulai petisi.
"Tolong kami Bapak-Ibu Pejabat di Indonesia ! Kami rakyat kecil yang berusaha mengubah nasib kami melalui Pasar Modal di Indonesia. Alangkah lebih baiknya peraturan terkait biaya Materai per Trade Confirmation di evaluasi dan revisi. Paling tidak diberikan batas bawah materai senilai Rp. 100.000.000 per TC supaya tidak memberatkan kami ritel kecil yang berusaha berjuang di Pasar Modal Indonesia ini," kata dia lagi.
Pengenaan bea materai diatur dalam Undang-undang No 10 Tahun 2020 dan berlaku mulai 1 Januari 2021. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (UU Bea Meterai) pada 26 Oktober 2020 yang lalu, terdapat ketentuan yang patut diperhatikan investor terkait dengan Transaksi Surat Berharga di Bursa.
Investor lainnya, Lukman Fahd, mengeluhkan hal yang sama. Ia menyebut, pengenaan bea meterai Rp 10.000 sangat memberatkan investor ritel karena besaran nominal transaksinya terbilang kecil.
"Saya investor retail dan jumlah transaksinya kecil-kecil, kalau dikenai 10 ribu per TC dirasa cukup memberatkan," kata dia di laman Change.org.
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting, topik menarik, dan informasi lainnya
Aktifkan
Belum berhasil mengaktifkan notifikasi Kompas.com? Klik di sini
Mengatasi Whatsapp Business Sering Error dan Diblokir Sendiri