Informasi Seputar Bisnis Indonesia

Rabu, 30 Desember 2020

Duh! Kaleidoskop 2020: Ikhtiar Pemerintah Atasi Lonjakan PHK dan Pengangguran

Duh! Kaleidoskop 2020: Ikhtiar Pemerintah Atasi Lonjakan PHK dan Pengangguran

Wabah virus corona (Covid-19) sangat mempengaruhi seluruh sektor, terutama sektor ketenagakerjaan.

Awal masuknya wabah tersebut ke Indonesia pada awal Maret 2020, dan pengaruhnya belum berefek kepada industri dan pelaku usaha. Namun, angka terpapar covid kian hari kian bertambah, pemerintah pada akhirnya memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga saat ini, meski telah ada pelonggaran.

Sejak diterapkan PSBB, pusat perbelanjaan, tempat-tempat kuliner, industri hingga media pun tak luput dari faktor pandemi ini.

Perlahan-lahan pelaku usaha dan industri mulai memutuskan untuk menjalani Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan juga penerapan merumahkan pekerja atau buruhnya. Namun, ada juga perusahaan atau industri yang mempekerjakan pekerjanya dengan cara shifting atau bergantian. Pemerintah pun berupaya untuk menekan meledaknya jumlah pengangguran dan pekerja yang terkena PHK akibat pandemi ini. Mulai dari bantuan subsidi upah sampai kepada harapan implementasi Omnibus Law Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Data Pengangguran, PHK, dan Pekerja Dirumahkan

Kian waktu jumlah pekerja yang di-PHK terus bertambah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah pengangguran periode Agustus 2020, mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang. Dengan demikian, jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi sebesar 9,77 juta orang. Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan pandemi covid membuat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia mengalami kenaikan dari 5,23 persen menjadi 7,07 persen. "Sehingga dengan pandemi dapat dilihat tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2020 mengalami kenaikan 5,23 persen menjadi 7,07 persen. Atau terjadi kenaikan sebesar 2,67 juta," ujar Suhariyanto ketika memberikan keterangan pers secara virtual, Kamis (5/11/2020). Jika dilihat berdasarkan lokasi, jumlah pengangguran di kota mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan di desa. Di kota, tingkat pengangguran meningkat 2,69 persen sementara di desa hanya 0,79 persen. Peningkatan TPT terjadi lantaran terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja per Agustus 2020 sebesar 2,36 juta orang menjadi 138,22 juta orang.

Meski terjadi kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 0,24 persen poin menjadi 67,77 persen akan tetapi terjadi penurunan jumlah penduduk yang bekerja. Penduduk yang bekerja pada periode Agustus 2020 sebanyak 128,45 juta orang menurun 0,31 juta orang dibanding periode Agustus 2019. Dia pun memaparkan terjadi penurunan jumlah pekerja penuh sebanyak 9,46 juta pekerja. Di sisi lain terjadi peningkatan jumlah pekerja paruh waktu atau setengah menganggur sebesar 4,83 juta orang.

Sedangkan dari data Kementerian Ketenagakerjaan bersama dengan BPJS Ketenagakerjaan hingga per 30 Agustus 2020, mencatat pekerja formal yang terkena PHK sebanyak 386.877 orang, pekerja formal yang dirumahkan sebanyak 1.155.630 orang. Lalu, pekerja informal terdampak pandemi sebanyak 633.421 orang sehingga total pekerja dari informal dan formal yang terdampak hingga 2.175.928.

Bantuan Subsidi Gaji

Melihat angka banyaknya pekerja yang terdampak akibat pandemi covid, pemerintah pun mengalokasikan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk bantuan subsidi upah sebesar Rp 37,7 triliun yang diberikan kepada 12,4 juta tenaga kerja telah tervalidasi. Penerima bantuan subsidi upah ini diberikan kepada pekerja swasta serta tenaga honorer yang memiliki penghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan. Dan wajib terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan hingga per 30 Juni 2020.

Adapun bantuan subsidi upah yang disalurkan untuk para pekerja sebanyak dua kali dengan masing-masing penyaluran sebesar Rp 1,2 juta.

Program bantuan subsidi upah ini pun dimulai pada 27 Agustus 2020, yang diluncurkan langsung oleh Presiden Joko Widodo untuk termin pertama. Kemudian, berlanjut termin kedua pada November 2020. Hingga per 23 Desember, Kementerian Ketenagakerjaan mengklaim telah menyalurkan bantuan subsidi upah sebesar 98,13 persen atau setara Rp 29,21 triliun.

Adapun tenggat waktu penyaluran subsidi upah/gaji ini akan berakhir pada 31 Desember 2020. Namun, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meminta kepada Kementerian Keuangan untuk memberikan perpanjangan waktu menuntaskan penyaluran bantuan tersebut hingga akhir Januari 2021. Lantaran, terdapat rekening pekerja yang menerima bermasalah.

Sementara, penyaluran bantuan subsidi upah untuk para tenaga honorer pendidikan khususnya telah menjadi kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama yang telah disalurkan bersamaan dengan disalurkannya subsidi upah termin kedua. Akankah bantuan subsidi upah berlanjut tahun depan? Menaker Ida mengatakan, belum dapat memastikan program bantuan subsidi gaji/upah ini akan kembali terlaksana pada tahun 2021.

Kendati demikian, pihaknya telah siap mengemban pelaksanaan program subsidi gaji/upah apabila adanya kesepakatan untuk dilanjutkan tahun depan. "Lebih lanjut terkait kebijakan BSU di tahun 2021, saat ini masih dalam tahap diskusi pembahasan di tingkat Komite PEN. Kemenaker tentu siap mendukung program yang sangat baik ini kembali muncul tahun depan. Kita persiapkan desain kebijakannya bersama-sama," ujar dia melalui konfrensi pers virtual beberapa waktu lalu. Penerima bantuan subsidi gaji/upah berdasarkan provinsi yang paling banyak antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara. Sementara itu, data juga menunjukkan sebanyak 413.649 perusahaan, pegawainya merupakan penerima bantuan subsidi gaji/upah. Dia berharap, dengan adanya bantuan subsidi gaji/upah juga keseluruhan program pemulihan ekonomi yang masih berlangsung hingga saat ini, dapat mendorong roda pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2020 agar keluar dari zona resesi.

Harapan Terciptanya Lapangan Kerja dari Omnibus Law UU Cipta Kerja Pada 5 Oktober 2020, DPR RI resmi mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU pada Rapat Paripurna. Kehadiran UU Cipta Kerja ini sebelum disahkan juga telah diketok palu menimbulkan pro dan kontra. Terlebih kontra dari para serikat buruh yang menolak kerja UU tersebut. Dengan ungkapan memberikan kerugian besar terhadap para pekerja atau buruh. Namun di sisi lain, pemerintah mengklaim akan menarik banyak investasi yang akan menciptakan lapangan kerja baru. Sementara Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan terdapat beberapa hal dampak kerugian bagi buruh apabila UU Cipta Kerja pada klaster ketenagakerjaan tetap diimplementasikan pada tahun 2021. "Memang, ada pernyataan yang mengatakan jika pekerja yang bekerja 40 jam seminggu akan menerima upah sesuai biasa. Sedangkan yang di bawah itu menggunakan upah per jam," kata Iqbal, Selasa (7/1/2020).

Bakal hilangnya pesangon. Iqbal menyebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pernah menggunakan istilah baru dalam Omnibus Law, yakni tunjangan PHK yang besarnya hingga 6 bulan upah. Terkait hal ini, Iqbal mengatakan, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, masalah pesangon sudah diatur bagi buruh yang terkena PHK. Besarnya pesangon adalah maksimal 9 bulan, dan dapat dikalikan 2 untuk jenis PHK tertentu sehingga dapat memperoleh 18 bulan upah. Kemudian, berpotensi lapangan pekerjaan yang tersedia akan diisi Tenaga Kerja Asing (TKA) unskill. Di dalam UU 13/2003, penggunaan TKA harus memenuhi beberapa persyaratan. Antara lain, TKA hanya boleh untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tertentu.

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting, topik menarik, dan informasi lainnya

Aktifkan

Belum berhasil mengaktifkan notifikasi Kompas.com? Klik di sini


(KOM)

Share:

0 komentar:

Advertisement

BTemplates.com

Blog Archive