TAHUN 2020 sudah kita lewati. Pada tahun itu, kita sudah mengalami keresahan, ketidakberdayaan, dan kecemasan.
Namun, dengan tutupnya 2020, tidakkah kita mau mengubah persepsi untuk tahun ini sebagai annus mirabilis—tahun 2021 sebagai tahun yang penuh harapan, sukacita, dan memberikan berkah? Adakah individu di muka bumi ini yang berpengharapan lain?
Selain keresahan dan kecemasan, pada 2020, kita juga melihat negara-negara yang tadinya perang dingin menjalani pendekatan pada negara yang sudah berhasil memperoleh kemajuan dalam produksi vaksin.
Situasi ini membuat kita optimistis. Pada saat kepentingan bersama dan kemanusiaan ada di depan, ternyata dunia dapat bekerja sama dengan mesra. Ini membekali spirit kooperasi global yang menjanjikan.
Pada 2020, kita juga mengenal lebih dalam soal kemanusiaan. Kita prihatin dengan teman yang terpapar virus, kehilangan pekerjaannya, atau bahkan kehilangan anggota keluarga.
Banyak gerakan filantropi bermunculan untuk membantu sesama. Ini pun buah dari pengalaman pada 2020 yang tidak dapat kita sepelekan. The spirit of generosity is alive and well.
Lebih banyak berimajinasi
Kita tidak dapat berkutat dengan kesulitan yang ada, tetapi harus melihat ke depan. Kita butuh menyegarkan diri masing-masing dengan sikap yang baru dan mengelola tingkah laku dengan lebih baik.
Kita harus percaya pada imajinasi, kapasitas untuk berkreasi, berevolusi, dan menggarap mental model dari produk atau situasi yang belum ada. Kita perlu menciptakan kesempatan baru dan membuat lorong perkembangan.
Dalam tekanan, kita merasa hasrat berinovasi mengempis. Namun, bila melihat sejarah, justru pada saat-saat resesilah terjadi turning point pada perusahaan-perusahaan yang berinovasi. Misalnya Apple yang mampu meluncurkan iPod pada 2001 ketika terjadi resesi ekonomi di Amerika Serikat.
Dengan imajinasi, kita dapat memiliki kekuatan lebih untuk beradaptasi, bahkan berkreasi dan membentuk lingkungan baru. Misalnya, dalam krisis Covid-19 sesuai ini, kita dapat saja hanya berfokus pada sikap reaktif dan bertahan di resesi atau langsung memikirkan rebound dan kemudian reinventing.
Ternyata, dari 250 perusahaan yang diteliti, sebagian besar perusahaan hanya menjalani tindakan reaktif dan hanya sedikit yang berusaha untuk menjalani reinventing.
Lantas, bagaimana cara meningkatkan kapasitas imajinasi?
Untuk memperoleh ide cemerlang, kita tidak dapat mengandalkan satu bagian atau pimpinan saja. Setiap orang perlu berpikir keras untuk memperoleh ide dan jalan keluar dari masalah organisasi.
Oleh karena itu, kita perlu menata ulang diri dengan kebiasaan-kebiasaan sesuai berikut.
1. Luangkan waktu untuk refleksi
Krisis membuat kita reaktif dan sulit melihat gambaran besar situasi. Alih-alih menggambar masa depan, kita bereaksi fight and flight seolah dikejar oleh predator.
Sistem saraf sesuai ini membuat fokus kita semakin sempit. Sistem parasimpatetik yang berfungsi untuk rest and digest tidak bekerja.
Untuk itu, kita perlu menjalani balancing antara bereaksi, mengambil napas dalam-dalam, dan berelaksasi.
2. Ajukan lebih banyak pertanyaan terbuka
Dalam krisis, kita sering kali mengajukan pertanyaan yang mungkin tidak ada seorang pun yang dapat menjawab.
Daripada bertanya "apa yang akan terjadi pada kita?" yang membuat kita seolah tidak berdaya terhadap situasi, lebih baik bertanya “bagaimana kita menciptakan pilihan-pilihan baru?“ atau “apa yang dibutuhkan pelanggan saat ini?”
3. Mental bermain adalah kunci kreativitas
Dalam menghadapi krisis, kita memang perlu merespons serius. Namun, terlalu serius juga dapat menjadi penghambat.
Kita dapat memunculkan ide-ide yang tidak biasa bila mengizinkan pikiran kita melompat-lompat, mencoba hal baru, dan berimajinasi yang tidak mungkin.
"Creativity is the rearrangement of existing knowledge into new, useful combinations," ungkap Chairman Lego Brand Group Jorgen Vig Knudstorp.
“Just like playing with Lego bricks, this can you to valuable innovations—like the Google search engine or the Airbnb business model,” katanya lagi.
4. Siapkan wadah untuk brainstorming
Imajinasi memang terjadi secara individual. Namun, bila ide atau hasil imajinasi ini tidak ditangkap dan ditindaklanjuti, ia akan kandas di tengah jalan.
Kuncinya adalah menampung semua ide dan imajinasi ke dalam sebuah wadah untuk secara berkala dibicarakan tanpa birokrasi, hierarki, dan pertimbangan finansial.
5. Cari anomali dan hal yang tidak diduga-duga
Pertanyaan “apa yang tidak cocok di sini?” dapat memberikan ide yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Misalnya, kita dapat bertanya, “mengapa negara-negara, sesuai Korea, Jepang, dan China dapat menanggulangi virus ini dengan lebih cepat?” atau “apakah mereka menggunakan strategi yang berbeda dan belum pernah dilakukan sebelumnya?”
6. Kuatkan eksperimen
Ide hanya akan berguna bila dapat diimplementasikan. Dengan bujet kecil sekalipun, kita dapat mencoba ide kita dalam situasi nyata.
Ambil contoh pendiri Lego, Ole Kirk Christiansen. Sebelum mendirikan Lego, ia adalah seorang produsen barang-barang rumah tangga, sesuai furnitur, tangga, dan meja setrika. Namun, pada masa depresi di Eropa pada 1930, ia memulai membuat mainan.
Ternyata pada saat itu, konsumen memang tidak membangun rumah, tetapi tetap membelikan mainan untuk mengisi waktu anak-anaknya. Ia pun berhasil.
7. Gantungkan harapan setinggi langit
Bila kehilangan harapan, kita akan mengadaptasi mindset yang pasif. Hal ini menyebabkan kita berhenti berpikir.
Sebenarnya, semua krisis mengandung benih kesempatan. Namun, ini hanya berlaku bila kita memang menggantungkan harapan positif dan optimisme.
“Never in our lifetimes has the power of imagination been more important in defining our immediate future,” ujar CEO Stanley Black & Decker, Jim Loree.
Marilah kita memasuki 2021 dengan optimisme dan berfokus pada kreativitas, kekuatan imajinasi, dan kegigihan berusaha pada tahun mendatang ini.
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting, topik menarik, dan informasi lainnya
Aktifkan
Belum berhasil mengaktifkan notifikasi Kompas.com? Klik di sini
0 komentar:
Posting Komentar