PESAWAT terbang Boeing B-737 MAX 8 yang telah merengut 346 jiwa, masing masing 189 di Indonesia pada Oktober 2018 dan 157 di Ethiopia pada bulan Maret 2019 sudah dinyatakan aman dan telah diperbolehkan terbang kembali.
Seperti sudah dapat diduga jauh sebelumnya oleh berbagai pihak, FAA (Federal Aviation Administration) akhirnya sampai kepada keputusan untuk memberikan izin pesawat terbang Boeing 737 MAX 8 untuk terbang kembali.
Dari rentang waktu yang diumumkan oleh pihak Boeing pada awalnya “beberapa bulan” untuk memperbaiki produk MAX 8 ternyata kemudian membutuhkan 20 bulan untuk sampai kepada kesepakatan dengan FAA dan EASA memberikan persetujuan bagi pesawat MAX 8 untuk terbang lagi.
Pada awalnya pesawat MAX 8 ini sudah di gadang gadang sebagai sebuah produk unggulan, the best selling plane dari seri B-737 karena performa irit bahan bakarnya yang spektakuler.
Sampai dengan bulan Maret 2019 ketika secara resmi FAA dan sejumlah otoritas penerbangan berbagai negara mengandangkan MAX 8, menyusul 2 kecelakaan fatal di Indonesia dan Ethiopia, pesawat ini sudah diproduksi dan disalurkan keseluruh operator diberbagai negara sebanyak 387 pesawat. Pada saat yang sama pada jalur produksi telah antri sejumlah 395 kerangka pesawat (built unit) menunggu giliran masuk final assembly line untuk penyelesaiannya sampai siap untuk test flight.
FAA, badan otoritas penerbangan Amerika Serikat telah mengumumkan secara resmi pada hari Rabu tanggal 18 November 2020 untuk mencabut larangan terbang bagi pesawat B-737 MAX 8. FAA merilis B-737 MAX 8 untuk terbang lagi setelah dilakukan beberapa perbaikan dan penyempurnaan kualitas produk dari pesawat terbang MAX 8.
Beberapa di antaranya yang dilakukan adalah penyempurnaan software sistem kendali pesawat terbang yang berkait dengan MCAS (Maneuvering Characteristic Augmentation Sysytem) yang telah dituduh sebagai penyebab utama dari kedua kecelakaan yang terjadi.
Di sisi lain diberlakukan ketentuan bagi para pilot sebelum menerbangkan MAX 8 untuk melaksanakan training di simulator terlebih dahulu. Paket perbaikan dan penyempurnaan prosedur yang telah dilakukan Boeing terhadap MAX 8 telah dinyatakan oleh FAA sebagai aman dan memuaskan.
Otoritas penerbangan Uni Eropa EASA telah pula menyatakan kepuasannya dengan langkah yang telah diambil oleh FAA dan Boeing. Executive Director EASA dikutip sebagai menyatakan bahwa 737 MAX is safe enough to be certified. Our analysis is showing that this is safe and the level of safety reached is high enough for us.
Intinya adalah bahwa otoritas penerbangan Amerika Serikat dan otoritas penerbangan Uni Eropa sepakat memberikan izin terbang kembali bagi pesawat MAX 8 setelah dilakukan beberapa perbaikan dan penyempurnaan sistem serta beberapa tambahan prosedur standar.
Kasus pesawat MAX 8 ini menjadi sangat menarik karena telah memunculkan kepermukaan sebuah pertanyaan besar terhadap kredibilitas FAA sebagai otoritas penerbangan terpercaya sepanjang sejarah penerbangan global. Demikian pula menimbulkan tanda tanya besar tentang komitmen pabrik pesawat Boeing yang selama ini sangat dikenal “rigid” pada masalah Aviation Safety.
Kasus pesawat MAX 8 juga telah memakan korban dipecatnya sang CEO Dennis A. Muilenburg, yang dinilai tidak mampu mengatasi krisis yang dihadapi Boeing saat berhadapan dengan masalah 2 kecelakaan pesawatnya yang memakan korban ratusan nyawa dalam rentang waktu 5 bulan.
Krisis terburuk yang dihadapi pabrik raksasa pembuat pesawat terbang sepanjang 103 tahun sejarah keberadaannya yang sangat sukses terutama dalam aspek keselamatan terbang di pasar global.
Sejauh ini masyarakat penerbangan dunia yang pada umumnya selalu berkiblat kepada FAA dan juga kepada Boeing dalam hal keselamatan penerbangan telah terganggu dengan kasus pesawat MAX 8.
Ditambah lagi dengan kenyataan ketika Boeing mengatakan akan dapat menyelesaikannya dalam waktu beberapa bulan saja ternyata baru dapat tuntas selesai setelah 20 bulan lamanya.
Kepercayaan yang goyah terhadap kredibilitas FAA dan Boeing tercermin pula dari belum semua otoritas penerbangan dari negara pengguna pesawat MAX 8 menyatakan persetujuannya dengan keputusan FAA yang telah merilis MAX 8 untuk terbang kembali.
Sementara terdengar kabar dari Kanada, bahwa Menteri Transportasinya Marc Garnean tetap akan meng-grounded pesawat MAX 8 pasca pengumuman FAA yang telah membolehkan MAX 8 untuk terbang lagi.
Dikatakannya bahwa otoritas penerbangan Kanada masih akan menjalani validasi ulang dari perbaikan dan penyempurnaan yang telah dilakukan oleh Boeing bersama dengan FAA terhadap pesawat pembawa petaka MAX 8.
Untuk diketahui pada kecelakaan yang terjadi di Ethiopia terdapat 18 warga negara Kanada yang turut menjadi korban, dengan 1 di antaranya seorang Guru Besar yang sangat dihormati dari Universitas Carleton di Ottawa.
Di Indonesia sendiri pesawat terbang MAX 8 dioperasikan oleh dua Maskapai Penerbangan yaitu Garuda dan Lion Air.
Ketika pesawat MAX 8 Lion Air mengalami kecelakaan fatal , masyarakat penerbangan dunia belum melihat tentang adanya something wrong dari produk pesawat MAX 8. Penyebabnya adalah reputasi dan komitmen Lion Air terhadap keselamatan penerbangan dinilai tidak begitu baik dengan serangkaian kecelakaan yang terjadi sebelumnya.
Ditambah lagi dengan hasil investigasi awal dari KNKT yang menyebutkan beberapa kesalahan telah dilakukan oleh Lion Air pada dan sebelum terjadinya kecelakaan tersebut dan sempat menyebabkan “murka” nya pihak manajemen Lion Air terhadap KNKT.
Keadaan berubah drastis setelah terjadi kecelakaan di Ethiopia dengan pesawat MAX 8. Ketika itulah muncul kecurigaan tentang penyebab yang sama yang terjadi pada kedua kecelakaan tersebut.
Ditemukanlah “sang kambing hitam” bernama MCAS, untuk sementara disimpulkan sebagai faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan. Menjadi lebih parah lagi karena ternyata keberadaan MCAS tersebut tidak diketahui sebelumnya oleh para pilot dan pihak operator pesawat dalam hal ini maskapai penerbangan pengguna MAX 8.
Rentetan inilah yang kemudian membekali FAA dan Boeing kepada posisi yang sangat sulit untuk menghindar dari kesalahan fatalnya. Walaupun pihak Boeing melalui CEO nya telah memohon maaf kepada seluruh keluarga korban kecelakaan di Indonesia dan Ethiopia, kiranya hal tersebut sangat sulit untuk dapat memulihkan kepercayaan masyarakat pengguna jasa angkutan udara untuk percaya dan mau bepergian lagi dengan pesawat terbang MAX 8.
Di Indonesia yang memiliki wewenang untuk menyetujui atau tidak menyetujui keputusan FAA yang telah mengijinkan MAX 8 untuk terbang kembali berada dalam tangan Direktur Perhubungan Udara Kementrian Perhubungan RI.
Tidak mudah bagi Dirjen Hubud untuk dapat segera mengambil keputusan, walau FAA dan Boeing sendiri telah menjalani perbaikan dan penyempurnaan pesawat MAX 8 selama 20 bulan sejak kecelakaan terjadi.
Secara tidak langsung dipastikan kepercayaan besar yang selama ini mapan terhadap kredibilitas FAA dan Boeing telah goyah dengan kasus MAX 8. Dibutuhkan masukan dari beberapa orang yang kompeten pada masalah tersebut dan juga penjelasan lengkap dan terperinci secara teknis dari operator pengguna MAX 8 di Indonesia dalam hal ini dari jajaran manajemen Garuda dan Lion Air.
MCAS sendiri yang sering disebut-sebut sebagai penyebab utama terjadinya kedua kecelakaan fatal itu sangat teknis sifatnya untuk dapat dijelaskan kepada orang awam secara populer. Garis besar dari MCAS sebagai penyebab kecelakaan akan ditulis tersendiri pada artikel yang akan datang.
Setidaknya, diketahui pada awal penggunaan pesawat MAX 8 pihak Lion Air telah mengajukan pre simulator training untuk para pilotnya sebelum menerbangkan pesawat baru tersebut akan tetapi ditolak oleh pihak pabrik.
Demikian pula Garuda Indonesia konon telah mengirim (dengan biaya sendiri) para pilotnya untuk menjalani latihan simulator pesawat MAX 8 di luar negeri sebelum mengoperasikan pesawat MAX 8 berlogo Garuda.
Nah dengan perkembangan terakhir dimana FAA dan Boeing telah menyatakan MAX 8 sudah aman untuk terbang lagi, pertanyaan yang muncul adalah, akankah pihak otoritas penerbangan Indonesia akan segera menyetujuinya?
Yang pasti sesuai juga beberapa otoritas penerbangan negara lainnya, kepercayaan yang kukuh selama ini terhadap kredibilitas Boeing dan FAA sudah sangat terganggu. Apabila toh akan disetujui dan diijinkan oleh pemegang kewenangan, pertanyaan berikutnya adalah, masih adakah konsumen pengguna jasa angkutan udara di Indonesia yang “berani” dan bersedia untuk bepergian dengan menggunakan pesawat MAX 8? Wallahualam bissawab.
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting, topik menarik, dan informasi lainnya
Aktifkan
Belum berhasil mengaktifkan notifikasi Kompas.com? Klik di sini
Mengatasi Whatsapp Business Sering Error dan Diblokir Sendiri
Kenali Berbagai Macam Tipe Data yang Ada di Bahasa Pemrograman
0 komentar:
Posting Komentar